Klenteng Tuban (Kwan Sing Bio)

Kegiatan wisata tidak harus pergi ke pantai, hutan, gunung maupun taman hiburan, beberapa tempat ibadah pun juga sering dijadikan sebagai tempat wisata, terutama untuk wisata rohani. Seperti Pura Besakih, Pura Luhur Uluwatu, Pura Ulun Danu yang ada di Bali, Makam Para Wali yang tersebar di Pulau Jawa, Gereja Khatolik Hati Kudus Yesus di Bali dan beberapa tempat ibadah lainnya. Pada kesempatan kali ini, Saya bersama tim singgah ke sebuah klenteng yang berada di Kota Tuban, klenteng itu bernama Klenteng Kwan Sing Bio atau lebih dikenal dengan sebutan Klenteng Tuban. Terletak tepat di jalur utama antara Surabaya dan Semarang, sehingga memudahkan kita untuk menemukan lokasinya.

Konon, klenteng ini merupakan sebuah tempat pemujaan kecil milik sebuah keluarga berkewarganegaraan Cina yang merantau ke Indonesia. Keluarga tersebut pernah tinggal di Desa Tambakboyo, sekitar ±30 km arah kota Tuban. Diperkirakan, sekitar 200 tahun yang lalu tempat pemujaan itu akan dipindahkan ke daerah timur. Tapi sesampainya di Tuban, kapal yang membawa Kongco Kwan Sing Tee Koen dan bahan-bahan dari pembongkaran rumah pemujaan mendadak berhenti. Segala upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahannya, tapi tidak ada hasil yang didapatkan. Pada akhirnya, seluruh awak kapal mengambil keputusan untuk melakukan ritual pue yang bertujuan untuk meminta petunjuk dari Dewa. Setelah melakukan ritual tersebut, akhirnya Kongco Kwan Sing Tee Koen beserta bahan-bahan dari pembongkaran diturunkan untuk membangun klenteng di wilayah tersebut dengan nama “Klenteng Kwan Sing Bio”.

Sebenarnya Klenteng Kwan Sing Bio memilki beberapa arsip yang berisi tentang sejarah berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio, akan tetapi arsip tersebut terbakar pada saat zaman penjajahan. Hingga saat ini, sejarahnya sendiri merupakan cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui tahun berdirinya Klenteng Kwan Sing Bio secara pasti cukup sulit. Pada masa Orde Baru, klenteng ini merupakan sebuah rumah ibadah yang diperuntukkan bagi tiga umat agama. Oleh karena itu, klenteng ini sering dikenal dengan nama TITD (Tempat Ibadah Tri Dharma), yaitu umat Budha, Taoisme dan Konghucu.

Berbeda dengan klenteng pada umumnya, ketika akan memasuki area klenteng yang menempati tanah yang luasnya lebih dari 5 hektar ini, kita akan melihat seekor kepiting besar yang ada di atas gapura sebagai lambangnya. Sedangkan naga yang menjadi symbol dari sebuah klenteng pada umunya, bisa kita lihat di atas bangunan tempat pemujaan dan berdoa. Di samping bangunan ini terdapat tempat pembelajaran bahasa mandarin, peramal jiamsi dan kantor sekretariat.

Menuju ke bagian belakang, ada sebuah bangunan hall yang bersebelahan dengan bangunan berasitektur Tiongkok yang dibangun di atas sebuah danau kecil lengkap dengan jembatan penyebrangan. Di bagian paling belakang terdapat bangunan serbaguna, terdiri dari empat lantai. Biasanya bangunan ini digunakan sebagai tempat menginap pada saat perayaan Ulang Tahun Klenteng Kwan Sing Bio yang diperingati sekitar bulan Agustus. Dan di samping danau kecil itu terdapat dapur umum yang menyediakan makanan secara cuma-cuma untuk para pengunjung klenteng.

Bangunan berlantai empat yang ada di bagian belakang merupakan bangunan terbesar yang ada di klenteng ini, dari lantai atas kita dapat melihat sebagian besar area klenteng. Selain dapat melihat keindahan dan kemegahan klenteng, kita juga dapat melihat laut lepas yang ada di sebelah utara. Meski selalu ramai dikunjungi para wisata setiap hari, namun klenteng ini akan sangat ramai ketika Hari Ulang Tahun Klenteng tiba dan Tahun Baru Imlek. Selain orang keturunan Cina/ Tionghoa, orang yang berasal dari ras lain juga singgah ke klenteng ini, baik dari warga sekitar, luar kota maupun yang berasal dari negeri tetangga. Sebelum meninggalkan klenteng, kita juga bisa membeli oleh-oleh maupun singgah terlebih dahulu ke pantai yang tepat berada di seberang/ depan klenteng.

Rate this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *